![]() |
PT. Freeport Papua / Sumber Foto : Liputan6.com |
KilasMalang.com -- Bagi negara manapun, pertambangan selalu menjadi masalah yang sensitif dan strategis, terlebih bagi Indonesia, yang kaya akan sumber daya alam. Salah satunya pertambangan Freeport di Papua, khususnya melalui pengelolaan tambang Grasberg yang menjadi salah satu isu paling kontroversial di Indonesia.
PT. Freeport Indonesia merupakan anak perusahaan Freeport-McMoran Copper & Gold Inc dan beroperasi di Indonesia berdasarkan Kontrak Karya yang ditandatangani pada tahun 1967.
Beroperasinya di Indonesia menunjukkan bahwa pemerintah telah memberikan wewenang secara legal bagi PT. Freeport untuk melakukan pertambangan setelah memenuhi semua persyaratan beroprasinya perusahaan berdasarkan Undang-Undang yang berlaku di Indonesia.
Baik dari segi penerima pajak, royalti, maupun lapangan pekerjaan, kontribusinya terhadap perekonomian Indonesia sangatlah besar.
Di sisi lain, perusahaan ini telah menyebabkan banyak masalah, termasuk kerusakan lingkungan, ketimpangan sosial di Papua, dan konflik kepentingan antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat adat.
Ketegangan ini semakin rumit ketika masuknya dimensi internasional, mengingat Freeport adalah investasi asing yang dilindungi oleh hukum dan kepentingan Amerika Serikat.
Dalam studi hubungan internasional, kehadiran Freeport dapat dipahami dari sudut pandang hubungan internasional domestik.
Konsep ini menjelaskan bagaimana masalah domestik suatu negara dapat ditentukan atau dipengaruhi oleh sumber eksternal.
Dengan berbagai cara diplomatik, Amerika Serikat pasti ingin investasi perusahaannya di Indonesia tetap aman. bukan hanya manfaat ekonomi tetapi juga stabilitas politik di wilayah Asia Pasifik.
Selama bertahun-tahun konflik Papua telah menarik perhatian internasional, dan keberadaan Freeport di wilayah tersebut secara tidak langsung menjadikan isu ini berada di radar politik global.
Menurut teori hubungan internasional-domestik, dinamika politik domestik sering memengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara, dan sebaliknya, tekanan dan harapan dari komunitas internasional juga dapat memengaruhi keputusan politik domestik.
Kasus Freeport menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia tidak dapat mengambil keputusan secara bebas tanpa mempertimbangkan akibatnya di tingkat global.
Perusahaan multinasional (MNC) ada di dunia ekonomi politik internasional saat ini, dan keberadaannya akan menjadi luar biasa ketika mereka dapat menjadi pelaku utama perubahan dengan kekuatan yang besar.
Selama ini, perusahaan multinasional sangat memengaruhi kebijakan nasional dan internasional. Dari perspektif ekonomi.
Freeport telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan negara melalui pajak, royalti, dan investasi.
Menurut data, Freeport menyumbang sekitar 10% dari total pendapatan negara Indonesia dari sektor pertambangan.
Namun, banyak yang berpendapat bahwa masyarakat adat Papua tidak merasakan manfaat ekonomi ini secara merata.
Mereka sering merasa terpinggirkan dan tidak mendapatkan akses yang adil terhadap sumber daya alam yang ada di wilayah mereka, dan dalam banyak kasus, mereka tidak memiliki hak atas tanah di mana mereka tinggal.
Banyak laporan menunjukkan bahwa masyarakat Papua dimarginalisasi, yang berarti mereka tidak hanya kehilangan akses terhadap tanah dan sumber daya, tetapi juga kehilangan hak untuk terlibat dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi kehidupan mereka.
Selain ekonomi, masalah lingkungan hidup yang meningkat menjadi topik penting dalam politik domestik dan wacana global.
Ketika perusahaan multinasional terlibat, masalah lingkungan semakin kompleks, dan pengambilan keputusan lingkungan harus dilakukan di tingkat negara maupun sistem internasional.
Untuk mengatasi masalah lingkungan, gerakan lingkungan internasional dimulai pada tahun 60-an dengan mengadakan konferensi seperti Konferensi Stockhlolm dan konferensi pembentukan badan PBB.
Di daerah tambang PT. Freeport, dampak lingkungan telah menjadi masalah terus-menerus yang dibahas di media nasional dan internasional, termasuk polusi dan deforestasi yang disebabkan oleh tailing yang dibuang langsung ke Sungai Agabagong, yang kemudian menyusut ke Sungai Aikwa dan kemudian ke Laut Arafura, yang menyebabkan banjir yang menghancurkan sebagian besar hutan dataran.
Kekhawatiran tentang kelangsungan hidup permukiman jangka panjang di bawah Danau Wanagong dan kematian karyawan perusahaan telah disebabkan oleh banjir atau pembuangan limbah tambang ke danau. Selain itu, pencemaran drainase batu asam mengancam pasokan air lokal.
PT. Freeport telah mengalami kasus pencemaran lingkungan sejak tahun 2000, dengan pendangkalan sungai dan tanah longsor yang menewaskan orang di sekitar tambang. Pada tahun 2006, LSM Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) merilis laporan tentang dampak pertambangan PT. Freeport.
Laporan ini didasarkan pada beberapa laporan pemantauan yang dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan, tetapi tidak dipublikasikan secara publik.
Laporan tersebut menggambarkan kerusakan dan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh pt freeport di udara, air, dan lingkungan.
Hal ini juga menunjukkan bahwa PT. Freeport melanggar peraturan Amdal di luar wilayah yang telah diatur. Freeport sering menjadi perhatian internasional karena praktik yang dianggap tidak berkelanjutan.
Banyak aktivis lingkungan dan organisasi non-pemerintah (LSM) yang memperjuangkan hak asasi manusia dan lingkungan menuntut agar perusahaan besar seperti Freeport bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkan.
Pemerintah Indonesia harus mengevaluasi kembali kontrak dan kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan tambang setelah banyak masalah yang muncul sebagai akibat dari keberadaan PT Freeport di Papua. tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi, tetapi juga efek yang ditimbulkan pada masyarakat, lingkungan, dan politik.
Setiap keputusan yang dibuat terkait pengelolaan sumber daya alam di wilayah tersebut harus mengutamakan kesejahteraan masyarakat lokal.
Jika pemerintah dapat bertindak dengan adil dan berpihak kepada rakyat, konflik yang telah terjadi mungkin akan berkurang, dan hubungan Indonesia dengan dunia internasional akan tetap berjalan dengan baik.
Ditulis oleh : Pitriya Nurmayasanti
Prodi : Ilmu Pemerintahan
Universitas Muhammadiyah Malang