Notification

×

Iklan


Iklan




Kebijakan Tarif Trump dan Dampaknya bagi Indonesia

Jumat, 25 April 2025 | 11:21 WIB Last Updated 2025-04-25T04:25:09Z
Donald Trump / Foto : Anna M / AFP

KilasMalang.com
-- Kebijakan tarif impor “timbal balik” terbaru yang diumumkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada awal April 2025 menandai babak baru dalam dinamika perdagangan internasional yang semakin agresif dan proteksionis. 

Kebijakan yang diberi label “Liberation Day” ini tidak hanya merepresentasikan ambisi Trump untuk membangkitkan kembali industri domestik AS, tetapi juga menjadi sinyal keras bagi negara-negara mitra dagangnya termasuk Indonesia untuk bersiap menghadapi gelombang baru dari perang dagang global.

Sebagai mahasiswa Ilmu Pemerintahan, saya memandang kebijakan ini bukan hanya sekadar instrumen ekonomi, melainkan bagian dari strategi politik dan diplomasi ekonomi yang sangat mempengaruhi stabilitas nasional dan posisi Indonesia dalam tatanan global. 

Ketika Indonesia dikenakan tarif sebesar 32 persen oleh AS atas berbagai produk ekspor seperti tekstil, alas kaki, perikanan, hingga furniture. 

Hal ini bukan hanya berdampak pada sektor perdagangan, tetapi juga menimbulkan konsekuensi sosial-ekonomi yang luas seperti potensi pemutusan hubungan kerja (PHK), penurunan nilai tukar rupiah, hingga melemahnya penerimaan pajak nasional.

Politik Tarif sebagai Instrumen Kekuasaan
Kebijakan tarif universal 10 persen dan tarif khusus lebih tinggi untuk negara-negara tertentu ini adalah bentuk nyata dari apa yang oleh banyak pengamat disebut sebagai weaponization of tariff di mana instrumen tarif digunakan bukan hanya untuk melindungi pasar domestik, tetapi juga sebagai alat untuk mendikte kebijakan ekonomi negara lain. 

Trump secara terang-terangan menggunakan alasan “ketidakseimbangan perdagangan” untuk membenarkan tarif ini, padahal banyak riset justru menunjukkan bahwa kebijakan serupa di masa lalu malah memperburuk kinerja industri domestik AS dan memperbesar pengangguran.

Bagi Indonesia, langkah AS ini menjadi ujian bagi kemampuan diplomasi ekonomi pemerintah. Presiden Prabowo dan jajaran kementerian terkait harus memanfaatkan forum-forum bilateral dan multilateral untuk menegosiasikan ulang tarif tersebut sembari memperkuat daya saing ekspor nasional dengan diversifikasi pasar dan produk.

Dampak Langsung bagi Indonesia
Dalam jangka pendek, dampak yang paling nyata dari kebijakan ini adalah terganggunya arus ekspor nasional ke AS. 

Indonesia selama ini sangat bergantung pada pasar AS untuk sejumlah komoditas ekspor unggulan. Dengan tarif sebesar 32 persen harga produk Indonesia menjadi jauh lebih mahal di pasar AS, sehingga kalah bersaing dengan produk dari negara lain atau dari dalam negeri AS sendiri. 

Hal ini tentu mengancam kelangsungan hidup industri kecil dan menengah yang berorientasi ekspor, serta berdampak pada penurunan kapasitas produksi dan tenaga kerja. 

Selain itu, dampak terhadap nilai tukar rupiah dan stabilitas moneter juga tidak bisa diremehkan, mengingat kekhawatiran pasar terhadap meningkatnya risiko eksternal.

Refleksi untuk Pemerintahan Indonesia
Kebijakan Trump ini seyogianya menjadi refleksi penting bagi Indonesia untuk segera memperkuat struktur ekonomi dalam negeri yang selama ini terlalu bergantung pada ekspor bahan mentah dan pasar negara besar seperti AS. 

Diperlukan reformasi struktural untuk memperkuat industri hilir, menciptakan nilai tambah produk dalam negeri, serta memperluas pasar ekspor ke kawasan Asia, Afrika, dan Timur Tengah yang relatif lebih terbuka. 

Selain itu, diplomasi perdagangan harus menjadi ujung tombak kebijakan luar negeri kita ke depan. 

Indonesia tidak bisa hanya menjadi penonton dalam arus proteksionisme global. Kita harus aktif memimpin kerja sama kawasan seperti ASEAN untuk mendorong fair trade dan menciptakan sistem perdagangan yang lebih adil, transparan, dan inklusif.

Pada akhirnya, kebijakan tarif Trump adalah gambaran nyata dari dinamika geopolitik-ekonomi yang semakin kompleks. 

Di tengah arus proteksionisme dan rivalitas kekuatan besar, Indonesia harus mampu berdiri tegak dengan memperkuat ketahanan ekonomi nasional, memperluas jaringan diplomasi ekonomi, dan memastikan bahwa rakyat Indonesia tidak menjadi korban dari perang dagang yang tidak mereka mulai. 

Sebagai generasi muda dan bagian dari komunitas akademik, kita harus terus kritis dan berpartisipasi aktif dalam menyuarakan kepentingan nasional dalam percaturan global yang semakin tidak menentu ini.

Ditulis oleh : Aditya Rendra Putra Handoyo
NIM : 202210050311085
Prodi : Ilmu Pemerintahan
Universitas Muhammadiyah Malang
TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN
×
Berita Terbaru Update