![]() |
Donald Trump / Foto : Nathan Howard REUTERS |
KilasMalang.com -- Kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang menaikkan tarif impor terhadap barang-barang dari Indonesia hingga mencapai 47% per 19 April 2025 menjadi sorotan.
Akan tetapi, Kementerian Perdagangan meluruskan bahwa angka tersebut belum berlaku seutuhnya untuk saat ini.
Kebijakan Trump bertujuan untuk meningkatkan daya saing produk Amerika dan mendorong pabrik-pabrik luar negeri berinvestasi di AS, justru dianggap menimbulkan dampak negatif yang besar.
Direktur Pelaksana International Monetary Fund (IMF), Kristalina Georgieva, mengungkapkan bahwa kebijakan tarif baru Amerika Serikat menambah ketidakpastian global yang sudah cukup mengkhawatirkan.
Menurutnya, kebijakan tersebut dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi global dan bahkan mengikis produktivitas di negara-negara ekonomi kecil.
Dengan adanya hambatan perdagangan yang semakin meningkat, dunia menghadapi ancaman gejolak serius di pasar keuangan global, yang pada gilirannya akan memengaruhi stabilitas ekonomi negara-negara berkembang.
IMF sendiri bahkan memprediksi bahwa kebijakan tersebut akan mengarah pada penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi global dalam waktu dekat.
Bagi Indonesia, kebijakan tarif tinggi ini menjadi pukulan telak. Barang-barang ekspor utama Indonesia, seperti tekstil, sepatu, garmen, sawit, elektronik, dan suku cadang otomotif yang sudah dikenakan tarif tambahan, kini akan semakin mahal di pasar Amerika.
Pada gilirannya, hal tersebut berisiko mengurangi permintaan barang-barang Indonesia di AS, yang berpotensi menurunkan pendapatan perusahaan-perusahaan eksportir.
Kebijakan Trump merupakan ancaman besar bagi perekonomian Indonesia yang sudah bergantung pada sektor ekspor untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Peningkatan tarif yang diberlakukan tidak hanya membebani para pengusaha yang mengandalkan pasar AS sebagai tujuan ekspor, namun juga memberikan ancaman serius bagi buruh Indonesia yang bekerja di sektor-sektor yang bergantung pada ekspor.
Sektor-sektor yang bergantung pada ekspor terancam mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) masal. Perusahaan-perusahaan yang memproduksi barang-barang ekspor di Indonesia, yang sebagian besar dimiliki oleh investor dari Taiwan, Hong Kong, dan Korea, berpotensi memindahkan pabrik mereka ke negara lain dengan tarif lebih rendah.
Jika hal ini terjadi, maka ribuan buruh Indonesia akan kehilangan pekerjaan, yang tentu akan berimbas pada kesejahteraan keluarga mereka. Sayyid Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), mengungkapkan bahwa dampak kebijakan tarif Trump terhadap industri dalam negeri berpotensi besar. Ia menyatakan, “...Ini baru kalkulasi. Dalam tiga bulan ke depan, di industri-industri yang menjadi anggota serikat buruh itu, 50.000 lebih buruh akan terancam PHK…”
Melihat dampak yang sangat besar ini, pemerintah Indonesia tidak boleh tinggal diam. Sebagai negara dengan ekonomi berkembang, Indonesia harus menjaga kedaulatan ekonominya dan tidak terintimidasi oleh kebijakan-kebijakan negara besar seperti AS.
Pemerintah harus tegas dalam melindungi industri dalam negeri dan kesejahteraan buruh Indonesia. Penting bagi pemerintah untuk tidak hanya fokus pada penyelesaian masalah perdagangan ini, tetapi juga melindungi kepentingan nasional dan hak-hak buruh Indonesia.
Kebijakan tarif tinggi dari Amerika Serikat bukan hanya tantangan bagi pemerintah, tetapi juga ujian bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Dalam situasi seperti ini, penting bagi Indonesia untuk menguatkan sektor domestik dengan menerapkan prinsip self-help, yaitu berfokus pada penguatan kapasitas internal, meningkatkan daya saing, dan memanfaatkan potensi sumber daya lokal untuk mencapai kemandirian ekonomi.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan lebih mengutamakan produk lokal, yang selain dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dalam negeri juga dapat menjaga kestabilan lapangan pekerjaan.
Seperti yang sering disampaikan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, bangsa ini harus kuat dan waspada terhadap kepentingan asing.
Ditulis oleh : Alvinanda Rizky Rahmadina
Program Studi : Ilmu Pemerintahan
Universitas Muhammadiyah Malang