KilasMalang.com -- Pemilu merupakan salah satu dari tolak ukur keberhasilan sistem demokrasi di suatu Negara. Pemilu yang dapat terlaksana dengan baik, berarti demokrasi dalam Negara tersebutpun berlangsung dengan baik.
Pemilu merupakan kehendak mutlak bangsa Indonesia yang menetapkan dirinya sebagai negara demokratis.
Partai Politik (Parpol) mulai mengambil ancang-ancang dan membuat strategi mengincar pemilih berusia muda pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Jumlah pemilih muda terus melonjak di setiap kontestasi demokrasi dan jumlahnya pun sangat menggoda parpol.
Namun bukanlah hal yang mudah untuk menarik daya tarik dari para pemilih muda itu sendiri untuk terlibat dalam pesta demokrasi mendatang. Partai harus mempunyai strategi yang jitu untuk menarik partisipasi generasi muda dalam pemilu mendatang.
Generasi muda di Indonesia sangat banyak apalagi gen z. Seharusnya parpol menyadari akan hal itu dan menggait generasi muda agar ikut dalam pemilu supaya jumlah suara yang di dapat meningkat.
Namun apakah menarik generasi muda sebagai calon pemilih suara bagi parpol cukup efektif ? Tentu saja tidak, karena seperti yang kita ketahui generasi muda (gen Z) masih kurang ada ketertarikan terhadap dunia politik.
Pesatnya perkembangan teknologi juga mempengaruhi keefektifan gen Z, sebagai calon pengisi suara.
Mayoritas anak muda sekarang lebih memilih untuk tutup mulut terhadap masalah politik di Indonesia.
Survei Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat anak muda yang berhak memilih pada Pemilu 2024 mencapai 191,08 juta jiwa atau 70,72 persen dari total penduduk Indonesia sebanyak 270,20 juta jiwa.
Angka ini tentu sangat menggiurkan bagi para partai politik yang ingin mendulang suara sebanyak-banyaknya pada Pemilu 2024.
Dari kacamata politik saat ini, partisipasi generasi Z sangat mencuri perhatian bagi para calon kontestan politik. Karena intensifikasi generasi Z terhadap akses informasi dari pemanfaatan teknologi digital (media sosial) membuka ruang untuk mengakses beragam isu secara luas dan cepat.
Seperti halnya, isu-isu politik yang diorkestrasi oleh para tokoh politik melalui jejaring teknologi atau media sosial. Sehingga, peluang tersebut di kesankan jika generasi Z akan memiliki langkah progresif, sistematis sekaligus sebagai lahan basah dalam politik praktis.
Dalam politik, generasi Z telah menunjukkan kecenderungan untuk memperjuangkan masalah seperti hak asasi manusia, lingkungan, dan isu-isu yang berkaitan dengan kesetaraan gender.
Mereka juga cenderung menggunakan media sosial dan platform daring lainnya untuk memperjuangkan pendapat mereka dan mempengaruhi opini publik yang berkembang.
Cara menggait generasi muda cukup gampang yaitu dengan cara aktif di media sosial dan mempromosikan parpol menggunakan trend yang sedang berkembang.
Sebab Media digital seperti, facebook, instagram, twitter, youtube, tiktok dan media sosial lainnya adalah aplikasi yang memiliki hubungan erat dengan generasi Z (digital native).
Bisa dilihat penggunaan teknologi oleh gen Z, yaitu, sekitar 8,5 jam setiap harinya. Dengan demikian informasi seperti pesan politik seperti kampanye online yang di lakukan oleh para tokoh tokoh politik yang sangat relevan di kelompok ini.
Jika parpol ingin mengefektifkan strateginya mereka harus melakuan riset lapangan tidak hanya melalui kampanye online saja agar bisa mengetahui karaktetistik calon pemilih.
Misalnya, dengan cara kampanye langsung dengan hal ini parpol harusnya bisa mendapatkan calon pengisi suara yang baik dan bijak karena mereka sudah mengetahui rekam jejak (track record) dari parpol tersebut sehingga pemilih yakin dengan pilihan mereka.
Biodata Penulis
Nama: Dewa Bintang Pradhita Sakti
Universitas Muhammadiyah Malang
Prodi: Ilmu Pemerintahan angkatan 2022