KilasMalang.com -- Pemilihan umum pada tahun 2024 diperkirakan akan menghadirkan isu-isu politik identitas seperti pemilu pada tahun 2019.
Politik identitas mampu menjadi gaya pelanggaran yang semakin marak digunakan dalam pesta demokrasi.
Politik identitas merupakan sebuah alat politik yang dipergunakan untuk kepentingan-kepentingan suatu kelompok elit yang memanfaatkan kelompok, etnis, suku, dan budaya ataupun agama untuk tujuan tertentu, misalnya sebagai bentuk perlawanan atau sebagai alat untuk menunjukan jati diri suatu kelompok tersebut bahkan politik identitas dapat menunjang eksistensi sebagai kekuatan politik dalam suatu pemilu.
Politik identitas berpotensi mampu menghancurkan prinsip-prinsip demokrasi.
Karena selain memberikan kontribusi dalam peningkatan kesejahteraan dan kemajuan demokrasi, sekaligus sebagai peluang untuk melakukan perbuatan melawan hukum yang bertentangan dengan etika politik sehingga dapat mengancam kehidupan demokrasi.
Populisme dengan menggunakan politik identitas merupakan bagian dari strategi politik untuk memenangkan persaingan politik, khususnya pemilu.
Namun, berbagai kalangan di masyarakat menilai bahwa populisme yang menggunakan politik identitas sudah terlalu jauh dilakukan dalam persaingan politik, khususnya pada Pilpres 2019, yang mana hal tersebut dinilai dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa yang berdasarkan Pancasila.
Adanya fenomena politik identitas dengan populisme akan menjadi alat bagi demokrasi negara saat digunakan oleh pemimpin yang tidak kompeten.
Jika politik identitas dibiarkan terus menerus akan memberikan dampak pada masyarakat.
Salah satu dampaknya adalah ketentraman negara yang terancam, oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab kerap menyinggung isu sensitif masyarakat dan berdampak pada kesalah pahaman yang terjadi mengakibatkan perpecahan muncul dengan adanya pihak-pihak yang menyebarkan informasi sensitif.
Politik identitas yang berlebihan akan menimbulkan pemisahan kelompok akibat perasaan diskriminasi yang kuat.
Ada sudut pandang yang dapat dilihat dari politik identitas yang buruk, politik ini dapat menghancurkan prinsip demokrasi, karena adanya peluang untuk melakukan perbuatan melanggar hukum yang bertentangan dengan etika politik.
Dampak inilah yang sebaiknya perlu diwaspadai karena dapat menimbulkan perpecahan antara kelompok-kelompok tertentu bahkan masyarakat secara luas.
Sebagai negara demokrasi, Indonesia perlu melakukan upaya untuk mendewasakan demokrasi yang sudah di bangun.
Upaya untuk menghindari adanya politik identitas, pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan cara memperkuat komitmen pihak-pihak di multisektor mulai dari pemerintah, partai politik, penyelenggaraan kandidat, kelompok masyarakat sipil, media massa untuk memastikan penyelenggaraan pemilu tidak memanfaatkan isu politik identitas ini demi mencapai kemenangan pihak tertentu.
Pihak tertentu merujuk pada mobilitas orang dengan menggunakan isu agama dengan membenturkan satu agama dan agama lain atau memanfaatkan isu suku dengan membenturkan satu suku dengan suku lain.
Kualitas politik di indonesia bisa dibilang belum memenuhi kriteria politik yang baik. Dikarenakan ada beberapa hal yang stuck tanpa adanya perkembangan.
Sama halnya dengan politik identitas di Indonesia ini.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk membawa politik indonesia ke arah yang lebih baik, salah satunya adalah dengan media pendidikan agar indonesia memiliki politik yang baik dan benar.
Sebagai negara yang multikultural dan demokratis, semua masyarakat pantas memiliki kesetaraan hak dalam pemilu.
Tidak hanya orang jawa yang dapat memimpin negara, namun orang luar jawa juga dapat menjadi pemimpin negara dan tidak hanya orang islam saja yang dapat memimpim negara, non islam pun juga dapat menjadi pemimpin negara, dalam artian hak seseorang untuk menjadi pemimpin atau wakil rakyat tidak didasarkan pada agama, suku, ras, dan antargolongan tetapi lebih kepada kemampuan orang yang mempimpin dan mengayomi masyarakat.
Seiring kesadaran masyarakat di indonesia tentang politik terutama di kalangan generasi Z, isu-isu politik yang berkaitan dengan identitas disertai dengan provokasi dan kebencian tidak menjadi faktor dalam menentukan pilihan pada pemilu 2024 mendatang.
Pemilih yang tidak rasional akan terus bermunculan apabila politik identitas yang dibalut dengan kebencian terus digunakan sebagai senjata dalam berpolitik.
Partai politik beserta kandidat-kandidatnya diharapkan dapat membangun kampanye yang berbasis kepada konsep serta solusi konkret dari permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia.
Jangan sampai tatanan pemilu terus akan menghadirkan polarisasi atau perpecahan di tengah masyarakat indonesia.
Biodata Penulis
Nama: Fara Aulia Ziyada
Universitas Muhammadiyah Malang
Prodi: Ilmu Pemerintahan angkatan 2022